Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun Indonesia bukanlah negara Islam, yang hanya memakai hukum dan perundang-undangan Islam. Indonesia adalah Negara yang memiliki beraneka ragam budaya, adat, kepercayaan
dan agama.
Indonesia memiliki agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu dan berbagai kepercayaan yang selalu terpelihara di bawah naungan dasar Pancasila. Keanekaragaman tersebut tidak begitu saja tercipta, tanpa adanya upaya maksimal yang komprehensif dari
seluruh elemen masyarakat yang didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah.
Upaya pemerintah dalam menumbuh-kembangkan kondisi masyarakat beragama yang harmonis telah dilakukan dari berbagai segi dan kegiatan. Di antaranya menumbuhkan cara berfikir yang inklusif dan toleran antar pemeluk agama dan ras. Pemerintah juga membentuk dan mendirikan berbagai lembaga dan instansi yang memang kompeten untuk mengurusi permasalahan-permasalahan antar agama.
Selain itu, tentunya yang lebih efektif dalam melestarikan dan mengembangkan kehidupan yang harmonis antar pemeluk agama tersebut adalah melalui penanaman nilai-nilai melalui jalur pendidikan baik formal, informal, maupun
non formal.
Penanaman nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, inklusifisme, kerukunan antar umat beragama melalui pendidikan merupakan cara yang efektif dan tepat. Hal ini dikarenakan bahwa sesuatu yang ditanamkan pada anak akan menjadi “mindset” cara berfikir bahkan cara pandang hidup akan sulit untuk hilang dan pudar. Pemerintah sudah selayaknya memberikan perhatian yang lebih dalam upaya penanaman nilai-nilai tersebut,
hususnya melalui jenjang pendidikan.
Jenjang pendidikan yang dimaksudkan tidak hanya pada jenjang pendidikan tinggi, namun akan lebih maksimal manakala sudah dimulai sejak usia dini. Mengajarkan pada anak didik tentang arti kerukunan umat beragama merupakan suatu keniscayaan, karena dalam kehidupan sehari-hari anak akan
berinteraksi secara langsung dengan orang yang berbeda agama ataupun memiliki pendirian dan keyakinan yang berbeda.
Jika telah terpatri pada jiwa anak tentang
keagaman pada sekaligus memahamkan bahwa selain agama yang diyakini ada
agama yang lain, maka anak tidak akan terpangaruh atau bimbang dalam
pemahaman agama. Apalagi agama dinilai sebagai bagian dari kepribadian manusia yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, secara universal manusia ingin mengabdikan dirinya kepada Tuhan, mencintai dan dicintai Tuhan yang dianggap sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi.
Sebagaimana yang disampaikan Zainuddin, dalam kaitannya dengan interaksi antar umat beragama, interaksi tersebut dilakukan dengan melibatkan
orang-orang yang memiliki identitas agama yang berbeda dalam hal ini adalah Islam dan Kristen. Ini mengandung pengertian bahwa, kedudukan pelaku sebagai penganut agama selalu ada kaitannya dengan kedudukan lainnya, baik dari segi ekonomi, politik, kekerabatan dan sebagainya.
Dengan kata lain sifat keagamaan yang dimiliki oleh individu berfungsi
sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut dijadikan kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Norma-norma yang termuat didalam agama akan memotivasi pemeluknya untuk hidup secara berdampingan meski berbeda agama.
Selanjutnya Jalaluddin mengatakan bahwa “Jika solidaritas dan consensus dari suatu masyarakat yang oleh Kuper dan M.G. Smith dianggap sebagai unsure
budaya yang digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari bersumber dari ajaran suatu agama, maka fungsi agama adalah sebagai motivasi dan etos masyarakat.
Dalam konteks ini, maka agama memberi pengaruh dalam menyatukan masyarakat.
Sebaliknya agama juga dapat menjadi pemecah, jika solidaritas dan
consensus melemah dan mengendur. Kondisi seperti ini terlihat dalam
masyarakat yang majemuk dan hiterogin. Karena sikap fanatisme kelompok tertentu dalam masyarakat majemuk dan hiterogin, maka akan memberi pengaruh
dalam menjaga solidaritas dan consensus bersama.
Dengan demikian jelaslah bahwa toleransi umat beragama yang ditanamkan pada anak semenjak dini sangat diperlukan, karena dengan pemahaman tersebut dapat dijadikan pedoman bersikap, bertingkah laku didalam hidup bermasyarakat nantinya.