Memahami diri sendiri tak selamanya mudah dilakukan. Sembilan latihan ini bisa membantu kita memahami diri dengan lebih baik.
Diri sendiri boleh jadi adalah orang pertama yang kita kenali sebelum kita mengenal orang lain. Tapi, seberapa dalam kita memahaminya, acapkali menjadi misteri yang tak kunjung terpecahkan. Padahal, memiliki pemahaman mendalam tentang diri sendiri merupakan hal yang vital untuk apa pun yang kita kerjakan. Baik untuk kebaikan diri, untuk membangun hubungan yang lebih baik, juga untuk menciptakan hidup yang berarti dan memuaskan.
Psikolog klinis, Ryan Howes Ph.D mengatakan, setiap orang memiliki cara yang unik dan berbeda untuk menghadapi dan menjalani hidupnya. Maka amat penting bagi kita semua untuk memahami perbedaan itu untuk meminimalisir kemungkinan munculnya tekanan yang timbul karena kita tak bisa memhami diri sendiri. Menurut Howes, sekali kita telah menemukan pola dan kebiasaan yang bisa membuat kita lebih memahami diri sendiri, kita akan bisa lebih mantap membuat pilihan-pilihan berbeda dari yang sebelumnya tak pernah kita ambil. Tentu saja dibutuhkan kerja keras dan keberanian kita untuk bertanya tentang hal-hal besar pada diri sendiri seperti tentang apa yang sebenarnya kita inginkan, mengapa kita merasakan apa yang tengah kita rasakan, serta pertanyaan-pertanyaan lain dan harus bersiap untuk mendapat jawaban yang tak sesuai dengan keinginan kita.
Kebenaran tentang kesalahan yang kita lakukan, tentulah bukan kabar baik yang ingin kita dengar. Tapi harus kita terima dan hadapi dengan tegar, sebab membuka “pintu kebenaran” dapat memberi kita informasi yang positif dan berharga, asal saja kita mau lapang dada menerimanya. Melakukan refleksi untuk memahami diri memang acap tak mudah, karena jujur menguliti diri merupakan sebuah kegiatan yang tak menyenangkan. Kita biasanya lebih mudah mencari perlindungan di balik berbagai alasan. Padahal, membuka semua selubung alasan itu adalah hal kritis yang amat perlu dilakukan. Sembilan latihan yang disarankan Howes ini bisa kita coba lakukan.
Kenang, hitung dan catat momen-momen membanggakan. Adakah momen-momen yang membuat kita merasa bangga? Ingat-ingat semua momen membanggakan yang kita lakukan untuk diri sendiri, dan catat agar momen tersebut bisa kita “kunjungi” lagi tiap kali ingin melakukan sesuatu yang membuat rasa bangga itu hadir kembali.
Kenali perilaku lama. Banyak dari kita yang terus haus mencari kesempurnaan dan kerap merasa bahwa kita tak membuat dampak apapun untuk mengatasi kesulitan emosional seperti rasa malu dan kesedihan.
Lihat role model kita. Dalam setiap tahapan perkembangan, setiap orang umumnya memiliki role model yang digunakan sebagai contoh untuk berkembang. Sarikan dalam kalimat-kalimat yang mudah diingat, hal-hal apa saja yang diajarkan para role model ini bagi kita. Apakah pelajaran-pelajaran tersebut masih kita sepakati saat ini atau tidak.
Ingat-ingat, hal apa saja yang beresonansi dengan kita. Coba ingat-ingat, buku, film, atau acara televisi apa saja yang beresonansi secara emosional dengan diri kita. Lalu coba lakukan eksplorasi tentang apa saja dari hidup kita yang bisa diidentifikasi dengan hal-hal tersebut secara mendalam.
Minta masukan dari orang-orang yang kita sayang. Mintalah masukan dari teman dan keluarga untuk mengamati, hal-hal apa yang menurut mereka bisa membuat kita bahagia atau tertekan. Tentu saja, tak mudah meminta orang lain memberi masukan. Tapi mereka akan sangat mungkin memberi masukan yang mengejutkan dan amat membantu kita memahami diri sendiri.
Hubungkan diri kita dengan masa muda. Cari kembali foto-foto masa lalu dan coba kenang dan rasakan lagi perasaan yang kita rasakan saat-saat itu. Tanyakan pada kita dalam foto tersebut, apa yang ia pikirkan tentang kita sekarang. Adakah perubahan yang ia ingin kita lakukan dalam hidup?
Pikirkan lagi kebiasaan. “Hal apa yang manjur untuk kita?” Menurut Howes, pertanyaan ini bisa menyuguhkan pada kita kebijaksanaan-kebijaksanaan penting yang bisa membantu kita memahami diri sendiri. Amati, apakah kebiasaan-kebiasaan kita itu produktif atau justru destruktif dalam perjalanan kita sejauh ini. Kita, misalnya, bisa saja mulai mengamati, apakah jam kerja 70 jam seminggu produktif atau destruktif buat kita. Lalu bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan kita yang lain. Bila kebiasaan-kebiasaan itu membuat kita sengsara, apa yang bisa kita lakukan untuk melakukan perubahan? Dari situ, kita bisa mulai kembali menata diri dan lebih mengenalinya.
Fokus pada hal-hal yang menginspirasi. Howes menyarankan kita untuk bertanya pada diri sendiri, kapan kita merasa bebas dan sangat bersemangat. Bila sudah menemukan jawabannya, kita mulai bisa mengamati, apakah kita telah menjadikan upaya untuk menciptakan momen tersebut sebagai prioritas.
Tanyakan selalu ‘pertanyaan ajaib’ ini. Pertanyaan ini merupakan salah satu teknik utama dalam terapi fokus-solusi. “Bila malam ini, saat tidur, sebuah keajaiban terjadi, esok ketika bangun pagi, hal apa yang akan segara saya sadari, bahwa hidup tiba-tiba menjadi lebih baik?” Menurut Howes, pertanyaan ini bisa membantu kita mengidentifikasi apa yang benar-benar kita inginkan, apa yang terjadi dan bisa membantu kita menemukan cara mengatasi hambatan-hambatan yang kita temui.