https://whatsform.com/6aNtI7

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia memiliki ruang dan waktu yang sangat panjang dari berbagai kondisi yang dialami oleh masyarkat dan para pejuang kala itu. Perjuangan dalam meraih kemerdekaan itu sebagai perwujudan untuk membebaskan Indonesia dari belengku penjajahan yang dilakukan oleh Negara jajahan. Dari perlawanan melalui senjata dan bambu runcing dilakukan, akan tetapi tidak hanya sekedar perlawan secara fisik saja. Namun, sang orator Soekarno menggunakan berhasil menggunakan teknik bicara dan menulis untuk menyatukan bangsa Indonesia.

Melalui sang guru Cokroaminoto merupakan guru politik Soekarno pernah berkata, “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator”. Dari Cokroaminotolah Soekarno belajar bahwa berbicara menjadi kunci keberhasilan pemimpin.

Melalui hal itu, seni komunikasi menjadi sesuatu yang penting dalam membangun kontak kesadaran manusia secara emosional. Melalui seni komunikasi yang dilakukan Soekarno mampu memberikan efek positif bagi masyarakat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Tidak hanya perkara bagaimana mempengaruhi orang lain dengan menggunakan teknik komunikasi saja. Melalui kegiatan tulis-menulis pun akan menjadi senjata dalam mempengaruhi publik seperti yang selalu digaungkan oleh Mahbub Djunaidi. Dalam perjalanan sejarah Mahbub Djunaidi dikenal sebagai Pendekar Pena karena kritik- kritik sosial dalam tulisannya begitu tajam dan begitu dalam, bahkan bung karno terkesan dengannya.

Keberaniannya menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik tak perlu diragukan. Sampai-sampai ia dijuluki si burung parkit di kandang macan. Ia banyak menulis, memberi perhatian dan pembelaan kepada kaum miskin. Termasuk kepada anak-anak pedagang asongan dan para pengemis cilik di persimpangan-persimpangan jalan. Ia dikenal sebagai pribadi yang ringan ceria, kocak berolok. Baginya semua orang tak ada bedanya, tidak bermartabat lebih tinggi dan lebih rendah, hanya karena jabatan dan pekerjaannya. Lapisan pergaulannya sangat luas, dan semua disapa dengan Anda, dengan saudara, dengan bung.

Pelajaran terakhir tentu saja adalah berani berkarya. Untuk urusan ini, Mahbub pernah berujar, “saya akan menulis dan terus menulis, hingga saya tak mampu menulis lagi”. Walaupun sejak 1 Oktober 1995 ia meninggal, berkat goresan penanya, hingga kini karya-karyanya dapat dibaca maupun dibicarakan yang tak lekang oleh zaman. Karya-karya di luar terjemahan yang telah disebutkan tadi, yaitu: Angin Musim, Humor Jurnalistik, Kolom Ke Kolom, Asal-Usul serta Politik Tingkat Tinggi Kampus. Benar, menyitir apa yang pernah disampaikan oleh salah seorang sastrawan termasyhur, Pramoedya, menulis adalah bekerja untuk keabadian.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *