Menulis adalah manifestasi fisik dari bahasa lisan. Diperkirakan manusia mengembangkan bahasa sejak 35.000 Sebelum Masehi. Dilansir dari Ancient History Encyclopedia, hal tersebut dibuktikan dari lukisan gua pada periode Manusia Cro-Magnon (sekitar 50.000 – 30.000 Sebelum Masehi) yang menggambarkan kehidupan sehari-hari.
Dari gambar tersebut memunculkan sebuah bahasa. Dari beberapa gambar tampak menceritakan sebuah kisah, bukan hanya sekedar gambar binatang dan manusia. Tahukah kamu, bahwa bangsa Sumeria adalah manusia yang bisa menulis untuk pertama kalinya?
Bangsa Sumeria (3.500-3.000 Sebelum Masehi) pertama kali menciptakan tulisan sebagai alat komunikasi jarak jauh yang diperlukan dalam perdagangan. Dengan meningkatnya kota di Mesopotamia dan kebutuhan sumber daya berkurang, perdagangan jarak jauh harus dilakukan.
Sehingga, untuk berkomunikasi melintasi antarkota atau wilayah, para pedagang dan konsumen menggunakan tulisan sebagai alat komunikasi. Sarana komunikasi dengan menulis tersebut membuat para ahli mencatat peristiwa-peristiwa yang ada. Sekaligus untuk menciptakan suatu bentuk seni yang kita kenal sebagai sastra. Bangsa Sumeria yang memulai sistem penulisan di atas tanah liat kemudian digunakan di beberapa wilayah di sekitarnya. Hampir semua sejarah yang ada saat ini, berasal dari ribuan dokumen tanah liat yang tertulis dalam tulisan paku. Dikembangan oleh bangsa Sumeria dan digali oleh para arkeolog.
Sementara itu, hidup abadi mungkin menjadi dambaan setiap makhluk hidup yang bernama manusia. Entah atas dasar apa kebanyakan manusia ingin hidup dalam keabadian. Tetapi satu hal yang pasti, bahwa manusia tidak akan pernah bisa menghindar dari kematian. Mustahil memang jika manusia ingin hidup dalam keabadian. Sebab, kematian sudah menjadi rancangan dalam kehidupan oleh sang maha entah.
Logika dasar yang dipakai oleh Aristoteles adalah setiap yang hidup pasti mati. Tetapi ada beberapa manusia yang sampai saat ini hidup dalam keabadian. Dalam konteks ini, abadi yang dimaksud bukan abadi jiwa dan raganya, yang masih berkeliaran di muka bumi. Melainkan abadi dalam hal pemikiran, dedikasi, serta pengaruhnya terhadap manusia yang lain. Baik itu yang hidup di masanya ataupun yang hidup jauh setelahnya.
Ada banyak sekali Manusia yang hidup dalam keabadian, sebut saja Plato, Aristoteles. Dua tokoh ini memang sudah tiada 2500 tahun silam. Akan tetapi pemikiran dan ide-idenya masih diperbincangkan dan di diskusikan. Bahkan, tulisan-tulisannya dijadikan sumber rujukan dalam kajian filsafat.
Di Indonesia sendiri ada soekarno, Tan malak, Chairil Anwar, dll. Secara ragawi, Soekarno, Tan Malaka dan Chairil anwar sudah tiada, tetapi pemikiran dan pengaruhnya masih terasa oleh anak muda abad 21. Artinya, keabadian bisa di dapatkan oleh siapa saja.
Satu hal yang bisa kita lakukan untuk hidup dalam keabadian yaitu dengan cara menulis. Dengan menulis, maka keabadian akan melekat pada diri kita. Imam Ghazali, failasuf sekaligus sufi yang hidup di abad ke 10 pernah mengatakan “jikalau engkau bukan anak raja, maka menulislah”.
Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan sejarah. Menulislah untuk keabadian.