Di era digital seperti saat ini. Penyebaran informasi kian bertumbuh dan perkembangannya semakin tak terelakan lagi. Keberadaan alat telekomunikasi seperti handphone, turut memancing bermunculannya media sosial dalam berbagai jenis. Tidak hanya itu, portal-portal pemberitaan online pun turut menjamur. Setiap hari selalu ada berita-berita yang tersebar dengan bebas tanpa memiliki batasan dalam mengaksesnya.
Berita yang menjadi bahasa bagi individu ataupun kelompok dalam menyampaikan informasi. Sekarang penyebarannya bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun hanya dengan media sosial, serta jaringan internet yang memadai. Namun kenyataanya, media sosial yang mulanya menjadi alat dalam mempermudah akses seseorang untuk berinteraksi sosial. Kini dibalik fungsikan sebagai alat penebar kebohongan berupa informasi hoax. Seperti kasus teranyar yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, melalui bahasa lisan serta tulisan yang di buatnya mampu menggiring pemikiran masyarakat hingga terjebak pada satu kebohongan publik. Masyarakat khususnya pemuda yang tidak memahami bahasa kebohongan ini, akan lebih mudah terjerumus pada satu alat penghancur karakter bangsa ini.
Bahasa yang mulanya menjadi komponen utama terbentuknya sebuah informasi, mengalami pergeseran fungsi dari yang semestinya. Bahasa kini mulai dipergunakan masyarakat sebagai alat mencaci maki, menghujat, saling mendiskriminasi terhadap satu informasi yang belum diketahui kebenarannya. Jika kita melihat definisi bahasa menurut Walija (1994:4) mengatakan bahwa, bahasa adalah komunikasi paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain. Tetapi fakta yang ada, masyarakat terutama pemuda tidak bisa mengendalikan diri hingga terseret arus negatif dari penyalahgunaan bahasa ini.
Pemuda sebagai generasi yang dianggap memiliki kecerdasan intelektual tinggi, serta pemikiran yang terbuka. Sudah seharusnya menjadi promotor terdepan dalam menangkal tersebar luasnya hoax. Sesuai data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, terhitung pada tahun 2016 jumlah pemuda di Indonesia mencapai 62.061.400 jiwa. Ini seharusnya menjadi peluang emas bagi pemuda Indonesia untuk saling bergandengan tangan, serta berkomitmen dalam menghancurkan hoax. Permasalahan yang sudah mengakar hingga menjadi perbincangan internasional ini, tidak akan bisa jika hanya diselesaikan oleh satu pihak. Untuk itulah perlunya peran pemuda sebagai agen pencegahan berita hoax.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan pemuda sebagai langkah antisipasi.
Pertama, budayakan berinternet yang beretika. Kebebasan dalam mengakses media sosial, bukan berarti kita juga bisa melakukan apapun dengan bebas. Termasuk menyalahgunakan fungsi dari bahasa sebagai penyalur informasi itu sendiri. Kebebasan berinternet selayaknya diimbangi dengan etika dalam penggunaannya. Seperti menggali serta memperoleh informasi yang bermanfaat, menggunakan internet sebagai media untuk belajar, sehingga pemuda lebih banyak menggunakan waktu berinternetnya untuk sesuatu yang positif.
Kedua, meningkatkan kualitas diri. Pemuda Indonesia, yang dinilai sebagai generasi penerus serta agen perubahan. Diharuskan untuk selalu mengupgrade diri, dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang bisa menguatkan karakter serta pengetahuan mereka. Dengan ilmu yang dimiliki diharapkan menjadi tameng penghalang ketika hendak berbuat negatif.
Ketiga, menjadi filterasi informasi. Bahasa yang digunakan sebagai alat penyebar luasan informasi ini tidak selamanya memuat kebenaran sesuai dengan fakta yang ada. Informasi yang dibagikan bisa berupa informasi kebohongan. Pemuda diharapkan bisa menjadi filterasi informasi dengan cara yang bijak. Ketika memperoleh suatu informasi, seharusnya kita membaca dengan seksama berita yang ada. kemudian mengecek portal media dari berita yang diperoleh, serta mengecek kebenaran berita sebelum menyebarluaskannya.
Begitulah peran bahasa yang tidak hanya sebagai sumber informasi positif. Jika disalah artikan, bahasa juga bisa menjadi alat penghancur karakter bangsa yang mematikan. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita yang mengaku sebagai pemuda Indonesia yang berkarakter. Memberi tameng diri dengan pemahaman-pemahaman akan tujuan bahasa yang sebenarnya, demi mewujudkan negeri yang damai tanpa kebohongan.