free page hit counter

Peran fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan (Agent of Change) rasanya sudah lumrah terdengar di telinga setiap sivitas akademika, khususnya mahasiswa baru. Namun, kata tetap akan berakhir sebagai kata tanpa adanya tindakan dan implementasi di dunia nyata. Banyak nilai tercecer yang harus disusun kembali layaknya puzzle guna mewujudkan cita-cita luhur mahasiswa sebagai agen perubahan. Salah satunya menyoal integritas, kedisiplinan, tanggung jawab demi mewujudkan etos kerja yang baik. Mahasiswa bisa mempelajari hal-hal tersebut dari banyak hal, salah satunya melalui miniatur dunia kerja di lingkup kampus.

Nilai-nilai yang disebutkan di atas penting untuk ditanamkan sedini mungkin sebagai bekal sebelum benar-benar terjun ke dunia kerja yang sebenarnya. Karena tidak sedikit mahasiswa yang masih menyia-nyiakan waktu, menyepelekan tanggung jawab dan merendahkan integritas mereka. Berawal dari dunia perkuliahan, kemudian merembet ke ranah organisasi yang cukup pelik (dan biasanya memang sengaja dibuat pelik).

Ada banyak mahasiswa yang peduli, tapi tidak sedikit mahasiswa yang tak acuh akan rontoknya nilai-nilai di diri mereka. Contoh sederhananya seperti aktivitas menyontek, plagiarisme, dan perjokian untuk mendapatkan nilai bagus. Atau ada lagi berupa aktivitas titip absen yang sepertinya sudah dianggap wajar di perguruan tinggi di Indonesia.

Di kehidupan pascakampus, rasanya akan sulit jika kebiasaan buruk ini masih melekat di diri (ex) mahasiswa. Sebab, perusahaan tak akan ambil pusing dengan karyawannya yang suka memanipulasi angka keuangan, pulang kerja sebelum waktunya, atau paling parahnya kabur dari penugasan karena ketidakmampuan menangani beban pekerjaan dan beban-beban lainnya.

Jika kelak terjadi, maka dampaknya tidak hanya berimbas kepada yang bersangkutan. Melainkan akan menimpa lulusan lain dari departemen atau perguruan tinggi yang sama. Pelabelan seperti ini sudah lumrah terjadi. Karena faktanya, ada beberapa perusahaan yang menolak lulusan perguruan tinggi tertentu untuk bekerja atau untuk sekadar magang/kuliah praktek di tempat mereka. Entah karena memang kualitas yang buruk dari pada pendahulunya, maupun karena ulah oknum yang tidak bertanggungjawab tadi. Di benak mahasiswa, mungkin gampang saja jika diberhentikan dari sebuah perusahaan, tinggal cari pekerjaan baru dan beres. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu. Ancaman blacklist tadi bisa saja menghadang yang bermuara pada keengganan perusahaan-perusahan lain untuk menerima oknum tersebut bekerja.

Oleh karenanya, nilai-nilai dasar integritas, kedisiplinan, tanggung jawab, dan etos kerja yang baik penting untuk ditanamkan selagi berstatus sebagai mahasiswa. Empat tahun waktu di perguruan tinggi rasanya sudah cukup untuk menempa mahasiswa agar siap terjun ke dunia kerja sungguhan. Tidak melulu sebagai Event Organizer (EO) di himpunan atau badak eksekutif mahasiswa. Proses kegiatan akademik, berorganisasi, bekerja sampingan akan sertamerta membantu mahasiswa untuk terus memperbaiki diri. Itu juga alasannya mengapa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna hanya berhenti di angka 4. Sebab nilai 96 lainnya bisa didapatkan di luar kelas yang tentu tidak bisa diejawantahkan ke dalam angka. Namun akan tercermin dalam hal bersosialisasi, negosiasi, penyelesaian masalah, dan lainnya.

Dalam prosesnya, tentu mahasiswa tidak bisa seluruhnya sempurna. Ada yang bilang mahasiswa tempatnya salah dan khilaf. Memang, berbuat salah itu baik. Itu tandanya mahasiswa masih memiliki kesadaran untuk mengindahkan apa yang telah dilakukan/dikerjakan. Dengan harapan, setelahnya, mahasiswa dapat belajar dari kesalahan dan keluar membawa jawaban atas permasalahan.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *