Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, yang memuat nilai-nilai moral bangsa Indonesia dalam bersikap dan berperilaku mendapatkan banyak ujian beberapa tahun terakhir ini. Pengamalan agung dari nilai yang ada dalam Pancasila mulai luntur dan dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Kini, Pancasila hanya sebagai simbol kebanggaan belaka.
Pancasila lahir dari proses panjang perundingan dari para “The Founding Fathers” Indonesia.Dimulai dari pemikiran untuk menentukan dasar negara Indonesia yang netral, tidak memiliki keberpihakan antara blok barat dan timur yang berkembang pada saat itu. Namun yang terpenting adalah menjadi refleksi masyarakat Indonesia dalam hidup bernegara ke depannya.
Para pemimpin bangsa yang tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bertugas memikirkan dan menyusun rencana mengenai segala hal yang harus disiapkan dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Pada sidang yang dilaksanakan pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 inilah, cikal bakal Pancasila terbentuk dari beberapa usulan anggota BPUPKI.
Usulan dasar negara pertama disampaikan oleh Muhammad Yamin dengan memaparkan lima asas negara seperti Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Gagasan kedua disampaikan oleh Mr. Soepomo yang memaparkan rumusan yang diberi nama “Dasar Negara Indonesia Merdeka”, yaitu Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, serta Keadilan Sosial.
Usulan dasar negara terakhir dipaparkan oleh Sukarno berupa nilai tentang Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa. Usulan ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang hingga kini dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Terlepas dari itu, kata-kata dalam sila Pancasila pertama kali dikenalkan lewat Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 melalui perundingan Panitia Sembilan.
Pancasila lahir buah pemikiran dan perundingan yang berjalan damai meskipun banyak perbedaan yang ada. Gagasan yang dikemukakan oleh tiga tokoh di atas pun sifatnya saling melengkapi gagasan sebelumnya. Semua pemikiran bersatu untuk mewujudkan suatu dasar yang menjadi landasan bergeraknya Bangsa Indonesia ke depannya. Pernah ada pertentangan mengenai isi sila pertama yang diprotes oleh masyarakat di bagian Timur Indonesia karena merasa kurang terwakili dengan sila yang hanya merujuk pada salah satu agama saja. Namun pada akhirnya, perubahan yang dilakukan berlangsung secara demokratis dan dapat diterima oleh banyak kalangan.
Proses panjang perumusan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia menunjukkan bagaimana kegigihan para pemimpin bangsa dahulu untuk memperjuangkan masa depan Indonesia. Tidak cukup hanya sampai kemerdekaan saja, namun bagaimana negara yang diperjuangkan rakyat dapat hidup hingga berabad-abad setelahnya dengan identitas yang kuat dan rasa nasionalisme yang tinggi.
Pancasila harus dimaknai tidak hanya sebagai simbol belaka, namun juga mengamalkan sila-sila di dalamnya. Namun mirisnya, beberapa tahun terakhir mulai muncul permasalahan negeri yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Intoleransi. Kerusuhan antar golongan, Keputusan oleh Pemerintah yang justru merugikan rakyat kecil, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merajalela.
Generasi muda Indonesia pun saat ini terkesan bingung dengan identitas bangsanya sendiri. Mulai terpapar dengan berbagai ideologi dengan segala propagandanya lewat media sosial hingga melupakan bahwa menjadi nasionalis tidak hanya sekedar masih menjadi warga negara Indonesia. Upaya penanaman kecintaan kepada Pancasila haruslah ditanamkan kembali kepada generasi muda sejak dini, sebagai proses filtrasi berbagai kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia. Kenyataan di masyarakat saat ini memang cenderung menjadikan Pancasila hanya sebagai simbol yang terpampang di berbagai instansi yang ada. Padahal, mencintai dan mengamalkan Pancasila berarti ikut peduli dengan masa depan bangsa.
Bukan lewat segala kritik yang diucapkan terhadap pemerintahan, tapi melalui aksi nyata perubahan yang mengiringinya. Jangan menjadi masyarakat yang hanya menuntut hasil tapi tidak berperan dalam prosesnya. Dengan kepedulian yang tinggi, maka tujuan akhir Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” akan segera dapat tercapai.